Laman

Jumat, 15 Juli 2011

Ya Allah, jika Aku jatuh cinta



Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada
seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar
bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku
padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku
menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu,
agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.


Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku
padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.

Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada
seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.

Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar
tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.

Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya
bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan
biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan
panjang menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,
jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan
aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.


Ya Allah Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah
berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada
taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya
Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah
jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu
yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami
dengna limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan
bertawakal di jalan-Mu.Amin.....
(As-Syahid Syed Qutb)

Kamis, 23 Juni 2011

Jatuh Bangun Jilbabku

Pernah sekali waktu aku bertanya di dalam hati, “Kenapa ya teman-temanku pakai jilbab kok dilepas lagi?” Aku mengelus dada dan mencoba menjawab pertanyaan diriku.
Pernah sekali waktu aku bertanya di dalam hati, “Kenapa ya teman-temanku pakai jilbab kok dilepas lagi?” Aku mengelus dada dan mencoba menjawab pertanyaan diriku.
Bermacam-macam perkiraan yang terlintas di pikiran. Pakai jilbab nggak update, risih, panas, ribet. Mungkin seperti itulah alasan teman-temanku yang tak terlihat lagi pakai jilbab.
Di sekolah jilbab masih melekat di tubuh mereka. Aurat mereka tak terlihat. Terlihat anggun memang. Tapi entah kenapa setelah mereka keluar dari kewajiban sekolah untuk memakai jilbab, jilbab yang sungguh mulia ini dilepas begitu saja. Mereka dengan santai keluar rumah tanpa jilbab yang menutupi aurat mereka.
Aku melihat dari jendela teman bermainku dulu yang baru mengenakan jilbab, tiba-tiba keluar tanpa jilbab. Di jalan aku bertemu dengan teman sekolahku, dia pun sama dengan teman bermainku. Ada apa dengan mereka? Tidak hanya teman baikku saja yang seperti itu, tapi kebanyakan wanita di sekelilingku. Kenapa mereka begitu menyepelekan jilbab? Padahal terpampang jelas di Al-Quran maupun hadis. Apakah mereka tahu itu?
Aku pernah berbincang-bincang dengan teman-teman di kelas dan mereka kebanyakan tahu. "Kata orangtuaku kalau pakai jilbab jangan berlebihan, masa renang aja pakai kerudung,” kata teman baikku ketika dia duduk bersama denganku. Aku hanya diam saja. Aku masih belum berani untuk meluruskan perkataan temanku itu. Aku takut dikatakan sok pintar oleh temanku. Nyaliku kecil aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Ya Allah cukupkan hamba-hambamu ini ilmu.
Melihat keadaan teman-temanku itu, aku mulai berkaca dan sedikit-sedikit mengingat pengalamanku saat memulai mengenakan jilbab. Dulu sewaktu masuk jenjang SMP, ayahku menyuruhku memakai jilbab. Tapi apa yang keluar dari mulutku, kata “tidak” kulontarkan di saat ayahku sangat berharap aku memakai jilbab. Mengingat hal itu rasanya ingin sekali aku menangis. Kenapa dulu aku menolak permintaan ayahku. Waktu itu aku kan sudah baligh dan wajib memakai jilbab. Penolakanku didukung oleh ibuku. Kata ibuku aku masih kecil belum siap pakai jilbab.
“Sudahlah Pak jangan terlalu memaksa. Anak ini belum siap,” kata ibu karena ayah tidak bisa menjelaskan secara detil kenapa beliau menyuruhku memakai jilbab dan aku menunduk takut karena ayah memperlihatkan kekecewaannya seraya berlalu meninggalkan aku dan ibu. Maafkan aku ayah. Aku telah membuat ayah kecewa.
Sejak dulu memakai jilbab belum pernah terpikirkan sampai ayah memintaku untuk memakainya pun hal itu tidak terpikirkan. Aku masih menganggap jilbab itu ribet, panas, dan segala macam kesan negatif tentang jilbab. Memang sewaktu aku mengaji di kampung kalau pakai jilbab aku selalu ribut sendiri. Menceng sini lah, ketusuk jarumlah. Sehingga membuat ibuku berpikiran bahwa aku belum siap memakai jilbab dan menolak permintaan ayah.
Menginjak kelas dua SMP, ayahku sering membelikanku majalah religi. Tak lama berselang ayahku membelikanku majalah pemuda Islam dan kebetulan rubriknya khusu membahas tentang jilbab. Bahasan yang ringan dan mudah dimengerti, aku pun semakin tertarik dan semakin yakin bahwa aku harus memakai jilbab. Semakin sering ayahku membelikanku majalah tersebut, semakin terdorong semangatku untuk menggali ilmu agama.
Saat duduk kelas tiga SMP aku belum memakai jilbab. Tadinya aku sudah berniat untuk mulai memakai jilbab tapi karena aku sudah kelas 3 SMP dan sebentar lagi lulus, maka ibu menyarankan agar aku memakai jilbab pada waktu masuk SMA. Ya sudah aku mengikuti saran ibuku lagi. Tapi niatanku untuk memakai jilbab tetap harus kurealisasikan.
Aku mencoba keluar rumah dengan memakai jilbab. Pada awal mulanya aku agak canggung memakai jilbab. Tapi, aku coba membujuk diriku sendiri untuk tetap terus mengenakan pakaian mulia ini. Lama kelamaan aku mulai terbiasa keluar rumah memakai jilbab. Aku merasa aman dengan memakai jilbab ini. Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya waktu aku masuk bangku SMA. Karena di waktu itulah aku mulai menyempurnakan kewajibanku sebagai seorang muslimah yang sudah baligh.
Walaupun aku sudah memakai jilbab jika keluar rumah. Belum lengkap rasanya kalau sekolah tidak memakai jilbab. Perasaan tidak aman masih menyeruak di hatiku setelah aku tahu memakai jilbab adalah suatu kewajiban.
Tiga tahun sudah aku menjalani hari-hariku di SMP negeri tanpa jilbab. Sebelum aku tahu seluk beluk jilbab aku cueksekali dengan penampilan. Aku masih pakai baju ketat yang menampakkan lekuk tubuh. Hal itu terkadang mengundang pikiran negatif orang lain. Setiap berjalan selalu digoda oleh anak laki-laki di jalan. Mungkin ini sering dialami oleh banyak wanita yang belum memakai jilbab. Sekarang setelah aku tahu tentang jilbab, aku langsung membuang jauh-jauh pikiran negatif tentang jilbab. Bismillaahir rahmaanir raahim aku berniat pakai jilbab.
Memasuki jenjang SMA niatanku untuk memakai jilbab secara sempurna terealisasikan. Ternyata yang memakai jilbab di sekolahku banyak juga. Aku senang sekali melihat teman-teman satu sekolah yang memakai jilbab. Waktu pertama kali aku masuk SMA aku tidak begitu peduli dengan teman-teman yang terkadang mempermainkan jilbab karena dulu aku juga masih belia sehingga untuk mengingatkan temanku masih terganjal dengan kurangnya ilmu. Oleh karena itu, aku terus berusaha menambah ilmu agamaku.
Ketika mengikuti salat jamaah di mushola sekolah, aku melirik kakak kelas yang sedang berwudhu. “Kerudungnya kok besar sekali.” Aku memandangi kakak itu sampai ia selesai berwudhu. Rasa penasaranku terusik kembali. Aku buka kembali majalah Elfata dan majalah milik ayah kubaca berulang-ulang sampai mudeng. Ternyata jilbabku belum syar’i. Aku melihat diriku di kaca. Aku harus bagaimana. Apa aku harus merubah penampilanku? Ya, aku harus memakai jilbab yang syar’i yaitu jilbab yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran dan as-sunnah. Aku menata kembali jilbabku dan sedikit demi sedikit tapi pasti kuperbaiki jilbabku sejalan dengan bertambahnya usia dewasaku.
Tiga tahun sudah aku memakai jilbab. Dan dalam waktu tiga tahun itu, tidak semua perubahan positif pada diriku diterima oleh orang-orang di sekelilingku. Sering sekali ibuku memojokkanku untuk berpakaian seperti layaknya teman-teman sekolah maupun teman-teman bermainku. “Nduk, kalau pakai kerudung jangan besar-besar dong. Kalau pakai kerudung biasa-biasa saja seperti teman-temanmu yang lain.” Berulang kali ibuku berkata seperti itu dan berulang kali aku menjelaskan kepada ibuku. Terkadang aku dibantu ayahku untuk menjelaskan hal itu kepada ibuku. Tapi tetap saja ibuku berkata seperti itu jika aku keluar rumah memakai jilbab yang lumayan lebar.
Tidak hanya ibuku saja yang memandang diriku aneh dan kaku. Teman bermainku pun juga memandang diriku aneh. Memang aku mengalami perubahan baik sikap maupun penampilanku tiga tahun semenjak duduk di bangku SMA ini.
Sampai aku menulis kisah ini aku merasa masih belum percaya diri memakai jilbab yang syar’i, dengan adanya berita-berita tentang teroris yang membuat ibuku bertambah sering memojokkanku. “Itu lihat nduk di TV wanita-wanita kerudungnya besar-besar kayak kamu. Makanya kalau pakai kerudung jangan besar-besar nanti dianggap negatif sama orang lain lho.” Aku hanya bisa diam mendengar hal itu. Ingin sekali rasanya aku memberontak kepada ibu. Tapi kutahan, aku tidak mau membuat ibuku sedih. Aku biarkan saja ibuku berkata seperti itu karena aku merasa sudah tidak bisa meluluhkan hati ibu. Aku hanya bisa berdoa, berdoa, dan berdoa semoga Allah membuka hati ibu untuk menerima perubahan aku ini.
Keyakinanku akan jilbab tertimpa masalah lagi. Semakin ciut rasa percaya diriku sesaat setelah melihat teman-temanku berpakaian ala zaman sekarang dan melihat teman seorganisasiku memakai jilbab yang semakin lama semakin kecil. Aku coba dongkrak rasa percaya diriku. Aku yakin jilbab ini juga tidak kalah keren dengan mode zaman sekarang. Rasa percaya diriku sedikit bertambah melihat temanku yang berani mengambil keputusan untuk memakai jilbab lebar. Malahan dia lebih lebar dari jilbabku. Temanku ini juga sering menyemangatiku “keep istiqomah”. Ini mengartikan bahwa aku harus tetap di jalan ini. Menjadi muslimah yang selalu istiqomah. Semoga Allah membalas kebaikan temanku ini.
Banyak sekali godaan dan rayuan setan yang mendesakku untuk menanggalkan pakaian mulia ini. Godaan yang pernah membuatku berpikiran untuk menanggalkan jilbab. Semua perubahan positif tidak selalu diterima dengan lapang. Banyak tantangan yang harus dihadapi. ke-istiqomah-an yang selalu naik turun. Terkadang pakai jilbab kecil, jlbab berwarna-warni maupun baju ketat. Ya Allah aku menyesal mengingat hal ini. Tapi Allah itu tidak pernah jauh dari umatnya yang mempunyai niat baik. Aku tahu itu dan aku yakin itu karena aku mengalaminya.
Subhanallah jilbab ini adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus kulekatkan di hati.
Aku bersyukur mempunyai orangtua yang masih memberikan kebebasan bagiku untuk mengambil keputusan dalam memilih jalan hidup ini. Meskipun ayahku tidak menjelaskan secara langsung.
Alhamdulillah melalui media majalah maupun artikel aku mendapatkan suatu pelajaran penting yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Walau terganjal dengan sikap ibuku yang masih belum menerima sepenuhnya perubahan aku ini.
Tetapi aku tetap setia. Sampai sekarang aku berpikir takkan pernah usai, takkan bosan dan takkan pernah lelah untuk membahas masalah jilbab syar’i menurut Al Quran dan hadis lewat media apa pun, karena hal ini meski ringan dan selalu sama pembahasannya, merealisasikan tetap masih sulit. Semua media dakwah sering mengangkat masalah jilbab, tapi tak banyak orang hanya setengah-setengah dalam memahami makna jilbab secara benar.
Ingat, pahami, dan ikatkan pada hati cinta Allah terhadap makhluk bernama wanita lewat ayat QS. Al-Ahzab: 59 dan QS. An-Nuur ayat 31. ayat ini akan selalu mengitari kehidupan wanita sampai kapan pun;
1. “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).
2. “Katakanlah kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita...” (QS. An-Nuur ayat 31).
Teman-temanku yang masih menyepelekan jilbab, semoga Allah memberikan jalan untuk kalian. Jalan menuju kebenaran agar mereka tidak lagi menyepelekan jilbab. “Keep Istiqomah”.
Penulis: Eva Khofiyana
Mahasiswi FKIP PBS UNS/ Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, aktif di Forum Lingkar Pena ranting UNS Solo.

Kamis, 19 Mei 2011

IKAN YANG KELAPARAN

Beberapa tahun yang lalu sebuah penelitian ilmiah yang penting dilakukan melalui sebuah film documenter. Di situ ditampilkan Dr. Eden Ryl seorang psikolog spesialis perilaku. Di dalam eksperimennya, seekor ikan great northern (sejenis salmon yang bias tumbuh 1,4 meter dengan berat 21 kg) dimasukkan ke dalam akuarium besar. Dia diberi makan berupa ikan-ikan minnow, sejenis ikan sungai yang berukuran kecil 6-10 cm. Selama beberapa hari, kamera digunakan untuk merekam aktivias kedua jenis ikan ini.

Beberapa waktu kemudian, para peneliti mengubah kondisi akuarium degan meletakkan penyekat kaca antar ikan besar dengan ikan kecil Setiap kali ikan besar berupaya memangsa ikan kecil, setiap kali pula ia membentur kaca. Kegagalan demi kegagalan ia alami dalam memperoleh mangsanya dan merasakan sakit di seluruh tubh akibat benturan-benturan pada kaca. Ikan besar itupun menghentikan usahanya. Setelah diperkirakan ikan besar sangat kelaparan, peneliti ini mengangkat sekat kaca pembatas tersebut. Ikan-ikan kecilpun dapat berenang bebas demikian pula ikan besar kelaparan tadi.

Apa yang Terjadi ?


Tenyata ikan besar itu tidak berusaha memburu ikan-ikan kecil, sebaliknya ia berenang-renang dikelilingi buruannya. Sebetulnya ia sangat kelaparan, tetapi ia sudah putus asa. Karena gagal mendapatkan mangsanya dan luka di tubuhnya, akhirnya ikan besar ini mati dalam keadaan kelaparan dalam akuarium yang justru dipenuhi dengan makanannya sendiri !
Makanan itupun gagal didapatkannya. Ikan itu sudah YAKIN bahwa makanan itu sudah tidak bisa diraih !

Apa Hikmahnya :
Banyak orang yang gagal ketika berada di dalam potensi kesuksesannya. Mereka terus memikirkan jerih payah dan penderitaan yang dilakukan dan terus terpaku pada kegagalan masa lalu. Rasa malu dan sakit akibat kegagalan-kegagalan untuk mencapai sasaran, kecewa karena penolakan-penolakan dan hal lainnya yang mematahkan semangat juangnya. Lama kelamaan terbentuk opini dalam diri mereka bahwa keberhasilan dan kehidupan yang bermakna TIDAK AKAN PERNAH BISA MEREKA RAIH. Putus asa dan daya juang ketika Kesuksesan berada di depan mata.

BAGAIMANA DENGAN KALIAN?



copy from www.jifasmart.blogspot.com

Berfokus Pada Kelebihan Diri

“Anak-anak, coba tuliskan tiga kelebihanmu, ” kata seorang guru yang hari itu menjadi pembimbing retreat bagi anak-anak sekolah dasar.

Menit demi menit berlalu namun anak-anak itu seakan masih bingung.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras : “Ayo, tuliskan! Kalau ngga, kertasmu saya sobek lo.” Anak-anak manis itu seketika menjadi salah tingkah.

Beberapa di antara mereka, memang tampak mulai menulis. Salah satu di antara mereka menulis di atas kertas, “Kadang-kadang nurutin kata ibu. Kadang-kadang bantu ibu. Kadang-kadang nyuapin adik makan.”

Penuh rasa penasaran, sang guru bertanya kepadanya : “Kenapa tulisnya kadang-kadang? “. Dengan wajah penuh keluguan, sang bocah hanya berkata : “Emang cuma kadang-kadang, pak guru”

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian melanjutkan instruksi berikutnya : “Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahanmu atau hal-hal yang buruk dalam dirimu.”

Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak tampak bersemangat. Salah satu dari mereka angkat tangan dan bertanya : “Tiga saja, pak guru?”. “Ya, tiga saja!” jawab pak guru. Anak tadi langsung menyambung : “Pak guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!”.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya menangkap setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa kita pelajari. Salah satunya, kita sering tidak menyadari apa kelebihan diri kita karena lingkungan dan orang di sekitar kita jauh lebih sering mengkomunikasikan kepada kita kejelekan dan kekurangan kita.

Teringat acara di sebuah televisi swasta pertunjukkan seni dari para penyandang cacat. Benar-benar membuat terharu. Ada orang buta yang begitu piawai bermain piano atau kecapi. Pria tanpa lengan dan wanita muda yang tuli dapat menari dengan begitu indahnya. “Luar biasa, dia bisa menari dengan penuh penghayatan. Yang membuat heran, dia kan tuli tapi kok bisa mengikuti irama lagu dengan sangat tepat?”

Seorang pria buta yang bernyanyi dengan nada merdu sempat berkata, “Saudaraku, saya memiliki dua mata seperti Anda. Namun yang ada di depan saya hanyalah kegelapan. Ibu saya mengatakan saya bisa bernyanyi, dan ia memberi saya semangat untuk bernyanyi.”

Benarlah apa yang dikatakan Alexander Graham Bell : “Setelah satu pintu tertutup, pintu lainnya terbuka; tetapi kerap kali kita terlalu lama memandangi dan menyesali pintu yang telah tertutup sehingga kita tidak melihat pintu yang telah dibuka untuk kita.”

Fokuskan perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita.


copy from www.jifasmart.blogspot.com.

Selasa, 17 Mei 2011

blog baru saya

Alhamdulillah, hari ini tanggal 18 mei 2011 saya beru saja selesai membuat blog.
semoga blog ini bisa mendatangkan manfaat bagi saya dan juga bagi pengunjung sekalian. amin ya robbal alamin